Reingga S. Bentara - Safe Dependent System Kapal Laut



A. Pengertian Umum Angkutan Laut
Angkutan laut adalah kegiatan mengangkut dan atau memindahkan
penumpang dan atau barang dengan menggunakan kendaraan air yang memiliki
bentuk dan jenis tertentu, serta dapat digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga
angin atau bentuk energi lainnya. Angkutan dibutuhkan karena
keberadaan pusat-pusat produksi yang letaknya berbeda dengan pusat-pusat
konsumsi. Perbedaan ini menyangkut kelainan nilai hasil produksi daerah asal untuk
dijual ke daerah tujuan guna mempertinggi nilai barang hasil produksi.
Kapal dan pelabuhan merupakan sarana dan prasarana angkutan laut yang
memiliki hubungan saling ketergantungan dalam menunjang perdagangan dan lalu
lintas penumpang dan muatan barang. Fungsi utama sarana dan prasarana angkutan
laut adalah memperpendek jarak tempuh, memindahkan hasil produksi dan
melancarkan hubungan antar daerah.
Moda angkutan laut memiliki karakteristik tersendiri antara lain aksesibilitas
dan ketersediaan jaringan pelayaran berupa akses pelabuhan yang terbatas, mobilitas
dan kenyamanan penumpang rendah, efisiensi tinggi dengan biaya rendah untuk
angkutan muatan barang secara massal dengan keamanan bervariasi.
Jaringan transportasi laut terbagi atas jaringan prasarana dan pelayanan.
Jaringan prasarana terdiri atas simpul yang berwujud pelabuhan laut dan ruang
lalulintas yang berwujud alur pelayaran, sedangkan fungsi pelayanan dapat
dikelompokkan menjadi trayek komersil dan trayek non komersil atau perintis .

B. Tatanan Kepelabuhanan
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan atau perairan dengan
batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan
yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang dan atau
bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang
pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan
membagi jenjang pelabuhan menjadi tiga tingkatan yaitu :
1. Pelabuhan Utama
Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan
angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri
dan internasional dalam jumlah besar dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan
atau barang serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antar
provinsi.
2. Pelabuhan pengumpul
Pelabuhan pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani
kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam
jumlah menengah dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan atau barang serta
angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antar provinsi.
3. Pelabuhan Pengumpan
Pelabuhan pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani
kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam
jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan
pengumpul dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan atau barang serta
angkutan penyeberangan dengan jangkauan dalam provinsi.
Pelabuhan Regional Sanana adalah pelabuhan pengumpan yang berfungsi
khusus untuk melayani angkutan laut dalam jumlah kecil dan jangkauan pelayanan
antar kecamatan dalam kabupaten maupun antar kabupaten/kota serta menjadi
pengumpan ke pelabuhan utama yang ada di Ternate, Ambon dan Manado.

C. Infrastruktur Pelabuhan
Pelabuhan berperan sangat penting dalam perdagangan dan pembangunan
regional dan nasional yaitu sebagai pintu gerbang keluar masuk barang dan
penumpang menuju dan dari suatu daerah dimana pelabuhan tersebut berada. Untuk
menunjang peranan dan fungsi pelabuhan yang strategis, dibutuhkan ketersediaan
sarana dan prasarana pelabuhan meliputi :
1. Dermaga
Dermaga merupakan sarana tambatan dimana kapal-kapal bersandar untuk
memuat dan menurunkan barang dan atau mengangkut dan menurunkan penumpang.
Sarana tambatan yang dimaksud adalah termasuk dermaga (quay walls), pelampung
tambatan (mooring buoys), tiang-tiang pancang tambatan (mooring piles), ponton dan
dermaga ringan (lighter wharves). Sarana-sarana tersebut dibangun pada lokasi
tertentu dengan mempertimbangkan kondisi alam dan topografi, cuaca dan fenomena
laut, navigasi kapal serta kondisi dari penggunaan daerah perairan di sekitar lokasi
dermaga.
2. Pergudangan
Pergudangan merupakan fasilitas penunjang prasarana laut dari suatu
pelabuhan. Pergudangan didefenisikan sebagai tempat untuk menyimpan barangbarang
yang berasal dari kapal atau yang akan dimuat ke kapal.
Gudang diklasifikasikan berdasarkan fungsi dan kegunaannya serta dibedakan
menurut jenis barang yang disimpan. Gudang berfungsi menjaga keseimbangan
jumlah muatan yang diangkut oleh kapal dan angkutan darat, terlaksananya pelayanan
administrasi, mencegah kerusakan muatan yang diakibatkan oleh cuaca dan penyebab
lainnya serta sebagai upaya pengumpulan muatan.
3. Lapangan Penumpukan
Lapangan penumpukan adalah suatu tempat yang berada diluar dermaga,
memiliki fungsi untuk menumpuk barang yang akan dimuat ke kapal atau barang
yang dibongkar dari kapal. Lapangan penumpukan diperkeras dengan struktur
tertentu sehingga dapat menerima beban berat dari barang yang ditampungnya.
Lapangan penumpukan harus memenuhi persyaratan khusus yaitu :
1) Tersedia tempat untuk areal penyortiran barang sesuai jenis barang yang
ditangani;
2) Tata ruang lapangan aman bagi operasional kendaraan dan peralatan pengangkut
barang;
3) Areal penyortiran barang harus dikeraskan dengan bahan untuk lapisan jalan
seperti beton semen atau aspal dan dilengkapi fasilitas pembuangan air.
Pelabuhan Regional Sanana memiliki dermaga dengan konstruksi beton
sepanjang 86 m, lebar 8 m, dengan kapasitas 20 ton/m3. Sarana pendukung yang
tersedia adalah ruang tunggu atau terminal penumpang berukuran 200 m2 yang
mampu menampung 100 orang penumpang dan gudang penyimpanan barang
berukuran 300 m2 dengan kapasitas 1600 ton/m3. Fasilitas yang belum tersedia adalah
lapangan penumpukan khusus untuk peti kemas karena terkendala terbatasnya lahan
pelabuhan.


D. Kualitas Pelayanan Angkutan Laut
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, kualitas berarti tingkat baik buruknya
sesuatu, derajat atau taraf kepandaian, kecakapan atau mutu. Pengertian kualitas
menurut Tjiptono (1995) adalah kesesuaian dengan persyaratan, kecocokan untuk
pemakaian, perbaikan berkelanjutan, bebas dari kerusakan atau cacat, pemenuhan
kebutuhan pelanggan sejak awal dan setiap saat, melakukan segala sesuatu secara
benar, dan sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.
Menurut Ibrahim (1997) kualitas adalah suatu strategi dasar bisnis yang
menghasilkan barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen
internal dan eksternal, secara eksplisit dan implisit. Strategi ini menggunakan seluruh
kemampuan sumber daya manajemen, modal, teknologi, peralatan, material serta
sumber daya manusia.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, pelayanan memiliki tiga makna yaitu
perihal atau cara melayani, usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh
imbalan uang, dan kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli barang
atau jasa.
Menurut Lovelock (1991), pelayanan adalah produk yang tidak berwujud,
berlangsung sebentar dan dirasakan atau dialami. Artinya pelayanan merupakan
produk yang tidak ada wujud atau bentuknya sehingga tidak ada bentuk yang dapat
dimiliki, tetapi dialami dan dapat dirasakan oleh penerima pelayanan. Secara
etimologis, pelayanan berasal dari kata layan yang berarti membantu menyiapkan
atau mengurus apa-apa yang diperlukan seseorang.
Dari uraian tersebut, maka pelayanan dapat diartikan sebagai aktivitas yang
diberikan untuk membantu, menyiapkan dan mengurus baik itu berupa barang atau
jasa dari satu pihak kepada pihak lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian
kualitas layanan menurut Zethaml dkk (1990) adalah sebagai berikut :
1. Word of mouth communication, apa yang didengar pengguna jasa dari pengguna
jasa lain melalui percakapan dari mulut ke mulut merupakan faktor potensial
untuk membentuk penilaian kualitas pelayanan oleh pengguna jasa.
2. Personal needs, kebutuhan pribadi akan menimbulkan kualitas pelayanan dalam
tingkatan yang berbeda, tergantung karakteristik individu dan situasi kondisi
lapangan.
3. Past experience, pengalaman masa lalu pengguan jasa sehubungan dengan
penggunaan jasa dimaksud ataupun yang serupa.
4. External communication, komunikasi eksternal dari penyedia jasa memainkan
peranan penting dalam membentuk kualitas pelayanan pengguna jasa, melalui
komunikasi eksternal faktor harga/tarif memegang peranan sangat penting.
Untuk penilaian kualitas tentang pelayanan, ditemukan sepuluh dimensi yang
mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu :
1. Tangibles: fasilitas yang tampak nyata, peralatan personil dan peralatan atau
material komunikasi.
2. Reliability: kemampuan untuk dapat menjanjikan layanan yang bisa diandalkan
atau ditentukan secara akurat.
3. Responsiveness: kemauan untuk dapat membantu customer dan menyediakan layanan yang dijanjikan dan cepat tanggap dalam memecahkan permasalahan dari customer.
4. Competence: peningkatan permintaan keahlian dan pengetahuan untuk menyediakan layanan.
5. Courtesy: kesopanan, respon, kehati-hatian dan keramahan untuk berhubungan dengan customer.
6. Credibility: kepercayaan, bisa dipercaya, jujur dalam menyediakan layanan.
7. Security: aman dari bahaya, resiko dan keragu-raguan.
8. Access: pendekatan dan adanya kontak karena kasus.
9. Communication: menjaga customer dengan diinformasikan dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh mereka dan mendengar keluhan dari customer.
10. Understanding the customer: membuat penawaran untuk mengetahui keinginan
customer dan kebutuhan mereka.

E. Atribut Pelayanan Jasa Angkutan Laut
Atribut pelayanan merupakan atribut dari sistem transportasi yang
mempengaruhi kepuasan konsumen, seperti kapan, dimana, untuk apa, dengan moda
apa, dengan rute yang mana, melakukan pergerakan atau perjalanan. Konsumen yang
berbeda akan mempertimbangkan atribut pelayanan yang berbeda pula. Dalam
kenyataan konsumen tidak mempertimbangkan suatu atribut pelayanan yang ada pada
suatu jenis pelayanan tertentu, tetapi hanya mengidentifikasikan beberapa variabel
pelayanan yang dianggap paling besar pengaruhnya terhadap profesinya.
Beberapa atribut untuk pelayanan jasa dibidang transportasi dari berbagai
pertimbangan para konsumen telah dirumuskan oleh Manheim, (1979). Atributatribut
tersebut dianggap bisa mewakili pelayanana terhadap konsumen dan
berpengaruh terhadap tiap aktivitas konsumen yang berbeda.
Contoh atribut yang dirumuskan oleh Manheim (1979) adalah sebagai berikut:
1. Waktu yang indikatornya terdiri dari waktu perjalanan total, keandalan (variasi
waktu perjalanan), waktu perpindahan (transfer), frekuensi perjalanan dan jadwal
perjalanan.
2. Biaya yang indikatornya terdiri dari biaya transportasi langsung seperti tarif dan
biaya bahan bakar, biaya transportasi tidak langsung seperti biaya pemeliharaan
dan asuransi.
3. Keselamatan dan keamanan yang indikatornya terdiri dari kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan perasaan aman.
4. Kesenangan dan kenyamanan pengguna jasa yang indikatornya terdiri dari jarak
perjalanan, kenyamanan fisik (suhu, kebersihan), kesenangan perjalanan
(penanganan bagasi, ticketing, pelayanan makan dan minum, kesenangan lainnya
seperti adanya hiburan musik).
5. Pelayanan ekspedisi berupa adanya asuransi kerugian dan hak pengiriman
kembali.

F. Landasan Teori
1. Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Kotler (1995) mengidentifikasi empat metode untuk mengukur kepuasan
pelanggan, yaitu sebagai berikut :
a. Sistem keluhan dan Saran
Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer-oriented) perlu
memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan
saran, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang digunakan bisa berupa kotak saran
yang diletakkan di tempat-tempat strategis (yang mudah dijangkau atau sering
dilewati pelanggan), kartu komentar (yang bisa diisi langsung maupun yang bisa
dikirim via pos kepada perusahaan), saluran telepon khusus bebas pulsa, dan lainlain.
Informasi-informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan
ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga
memungkinkannya untuk bereaksi dengan tanggap dan cepat untuk mengatasi
masalah-masalah yang timbul. Akan tetapi, karena metode ini bersifat pasif, maka
sulit mendapatkan gambaran lengkap mengenai kepuasan atau ketidakpuasan
pelanggan. Tidak semua pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan keluhannya.
Bisa saja mereka langsung beralih pemasok dan tidak akan membeli produk
perusahaan tersebut lagi.
Upaya mendapatkan saran yang bagus dari pelanggan juga sulit diwujudkan
dengan metode ini. Terlebih lagi bila perusahaan tidak memberikan imbal balik dan
tindak lanjut yang memadai kepada mereka yang telah bersusah payah berpikir
(menyumbang ide) ke pihak perusahaan.
b. Ghost Shopping
Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan
adalah dengan memperkerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan atau
bersikap sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing.
Kemudian mereka melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan
kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam
pembelian produk-produk tersebut. Selain itu para ghost shopper juga dapat
mengamati cara perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan pelanggan,
menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan. Ada baiknya setiap
manajer perusahaan terjun langsung menjadi ghost shopper untuk mengetahui
langsung bagaimana karyawannya berinteraksi dan memperlakukan para
palanggannya. Tentunya karyawan tidak boleh tahu kalau atasannya sedang
melakukan penelitian atau penilaian (misalnya dengan cara menelepon
perusahaannya sendiri dan mengajukan berbagai keluhan atau pertanyaan). Bila
mereka tahu sedang dinilai, tentu saja perilaku mereka akan menjadi sangat manis
dan hasil penilaian akan menjadi bias.
c. Lost Customer Analysis
Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti
membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu
terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan/penyempurnaan
selanjutnya. Bukan hanya exit interview saja yang perlu, tetapi pemantauan customers
loss rate juga penting, di mana peningkatan customers loss rate menunjukkan
kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggannya.
d. Survei Kepuasan Pelanggan
Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan yang dilakukan
dengan metode survei, baik dengan survei melalui pos, telepon, pembagian kuesioner
maupun wawancara pribadi. Melalui survei perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik (feedback) secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya.
Dalam penelitian ini peneliti memilih metode yang keempat yaitu metode
dengan survey kepuasan pelanggan. Peneliti terjun ke lapangan dan melakukan
wawancara serta membagi kuesioner ke pengguna jasa angkutan laut, sehingga dapat
langsung mengetahui persepsi pengguna jasa angkutan laut terhadap kinerja
pelabuhan dan kapal penumpang serta harapan dan keinginannya.
2. Uji Kuisioner
a. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir pertanyaan
kuesioner dalam mendefenisikan suatu variabel. Butir-butir pertanyaan kuesioner
pada prinsipnya harus mendukung variabel tertentu yang dijadikan variabel
penelitian. Kriteria yang digunakan untuk menilai hasil uji validitas adalah nilai
korelasi (r), yang disebut dengan koefisien validitas. Nilai r hasil perhitungan
dibandingkan dengan nilai r tabel dimana jika nilai r tabel lebih kecil dari nilai r
hitung maka butir pertanyaan tersebut dianggap valid.
b. Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas atau kehandalan merupakan ukuran kestabilan dan konsistensi
responden dalam menjawab butir-butir pertanyaan yang berkaitan dengan dimensi
variabel penelitian. Reliabilitas memberikan gambaran sejauh mana suatu hasil
pengukuran dapat dipercaya artinya sejauh mana skor hasil pengukuran terbebas dari
kesalahan pengukuran (measurement error).
Tinggi rendahnya nilai reliabilitas secara empiris ditunjukkan oleh suatu
angka yang disebut koefisien reliabilitas. Secara teoritis besarnya koefisien
reliabilitas berkisar antara 0,0-1,0 dan dibagi menjadi beberapa kategori yaitu
reliabilitas sangat tinggi (0,8-1,0), reliabilitas tinggi (0,6-0,8), reliabilitas cukup (0,4-
0,6), reliabilitas rendah (0,2-0,4), dan reliabilitas buruk (0,0-0,2), sehingga besarnya
koefisien reliabilitas minimal yang harus dipenuhi oleh suatu alat ukur adalah 0,4
3. Teknik Pengukuran Kinerja
a. Teknik Pengukuran
Prosedur pengukuran dan pemberian angka-angka pada variabel diharapkan
bersifat isomorphic terhadap realita, artinya ada persamaan dengan realit. Tingkat ukuran di dunia penelitian dikembangkan pertama kali oleh Steven pada tahun 1946, yakni tingkat ukuran nominal, ordinal, interval dan rasio.
1) Ukuran nominal, merupakan ukuran yang paling sederhana. Dalam ukuran ini
tidak ada asumsi tentang jarak maupun urutan antara kategori-kategori dan angka
hanya menunjukan kedudukan atau berupa label.
2) Ukuran Ordinal, merupakan ukuran yang mengurutkan responden dari tingkatan
paling rendah ke tingkatan paling tinggi menurut suatu atribut tertentu tanpa ada
penunjuk yang jelas tentang berapa jumlah absolut atribut yang dimiliki oleh
masing-masing responden tersebut dan berapa interval antara responden dengan
responden lainnya.
3) Ukuran interval, merupakan ukuran yang tidak semata-mata mengurutkan orang
atau obyek berdasarkan suatu atribut, tetapi memberikan informasi tentang
interval antara satu obyek dengan obyek lainnya. Tetapi ukuran itu tidak
memberikan informasi tentang jumlah absolut atribut yang dimiliki obyek.
4) Ukuran rasio, merupakan ukuran yang diperoleh selain informasi tentang urutan
dan interval antara obyek-obyek juga terdapat informasi tambahan tentang
jumlah absolut atribut obyek yang jaraknya diukur dari titik nol.
Sedangkan metode survei kepuasan pelanggan dapat menggunakan
pengukuran dengan berbagai cara sebagai berikut :
1) Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan seperti
“Ungkapkan seberapa puas saudara terhadap pelayanan perusahan X pada skala
berikut : sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, sangat puas” (directly reported satisfaction).
2) Responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka mengharapkan
suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan (derived dissatisfaction).
3) Responden diminta untuk menuliskan masalah-masalah yang mereka hadapi
berkaitan dengan penawaran dari perusahaan dan juga diminta untuk menuliskan
perbaikan-perbaikan yang mereka sarankan (problem analysis).
4) Responden dapat diminta untuk meranking berbagai elemen (atribut) dari
penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan seberapa baik
kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen (importance/performan ratings). Teknik ini dikenal pula dengan istilah Importance-Performance Analysis
Dalam penelitian ini teknik pengukuran yang digunakan adalah teknik
keempat yaitu Importance-Performance Analysis.
b. Skala Pengukuran
Dalam penelitian ini skala pengukuran yang digunakan adalah Skala Likert.
Skala ini dikembangkan oleh Rensis Likert (1932) dan terkenal dengan nama Likert’s
Summated Ratings (LSR) atau Skala Likert. Beberapa faktor
yang menyebabkan skala Likert banyak digunakan sebagai berikut :
1) Skala ini relatif mudah dibuat.
2) Bebas memasukan item-item pernyataan.
3) Jawaban dapat berupa beberapa alternatif
4) Tingkat reliabilitas yang tinggi dapat dicapai.
5) Mudah untuk diterapkan pada berbagai situasi.
c. Pendekatan Importance-Performance Analysis (IPA)
Importance-Performance Analysis (IPA) merupakan alat bantu dalam
menganalisis atau untuk membandingkan sampai sejauh mana kinerja/pelayanan yang
dapat dirasakan oleh pengguna jasa dibandingkan terhadap tingkat kepuasan yang
diinginkan. Untuk mengukur tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan/kinerja
terhadap jawaban responden, digunakan skala lima tingkat. Dari hasil penilaian
tingkat kepentingan dan hasil penilaian kinerja, maka akan diperoleh suatu
perhitungan mengenai tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan dan tingkat
pelaksanaannya. Tingkat kesesuaian merupakan hasil perbandingan antara skor kinerja
pelaksanaan dengan skor kepentingan, sehingga tingkat kesesuaian inilah yang akan
menentukan skala perioritas yang akan dipakai dalam penanganan faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan pengguna jasa angkutan laut.
Ada dua buah variabel yang akan menentukan tingkat kinerja penyedia jasa
pelayanan (diberi simbol X) dan tingkat kepentingan pengguna jasa (diberi simbol Y)
sebagaimana dijelaskan dengan model matematik sebagai berikut :
Tk = Tingkat kesesuaian responden
X = Skor penilaian kualitas pelayanan jasa (kinerja)
Y = Skor penilaian kepentingan pengguna jasa
_ = Skor rata-rata tingkat kualitas pelayanan jasa (kinerja)
_ = Skor rata-rata tingkat kepentingan pengguna jasa
N = Jumlah responden
Selanjutnya unsur-unsur dari atribut akan dikelompokkan dalam salah satu
dari empat kuadran yang disebut dengan diagram kartesius yang dibatasi oleh sumbu
X dan sumbu Y. Apabila unsur pelayanan berada pada kuadran 1, maka dapat diartikan bahwa
unsur tersebut memiliki importance tinggi dan performance rendah. Pada kondisi ini,
kepentingan pengguna jasa berupa faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan
berada pada tingkat tinggi (dianggap penting), sedangkan dari sisi kepuasan,
pengguna jasa merasa tidak puas sehingga menuntut adanya perbaikan kualitas
pelayanan menjadi prioritas utama oleh penyedia jasa.
Jika unsur pelayanan terletak pada kuadran 2, maka unsur tersebut memiliki
importance tinggi dengan performance juga tinggi. Kondisi ini berarti faktor-faktor
yang mempengaruhi pelayanan dianggap penting dan menjadi keunggulan dari
penyedia jasa, sedangkan kepuasan pengguna jasa juga terpenuhi (sudah merasa
puas). Dalam hal ini pengelola penyedia jasa diharapkan dapat mempertahankan
prestasinya dalam bentuk kualitas pelayanan/kinerjanya.
Selanjutnya bila unsur pelayanan berada pada kuadran 3, maka unsur tersebut
memiliki importance rendah dengan performance juga rendah. Kondisi ini
menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas pelayanan dianggap
tidak penting oleh pengguna jasa dan kinerja penyedia jasa biasa-biasa saja sehingga
pengguna jasa tidak merasa puas dengan pelayanan yang diberikan. Peningkatan
kualitas pelayanan pada kondisi ini tidak terlalu mendesak sehingga menjadi prioritas
rendah dalam perbaikan pelayanan.
Unsur pelayanan yang menempati kuadran 4 memiliki importance rendah
sedangkan performance tinggi, artinya pada kondisi ini faktor-faktor yang
mempengaruhi pelayanan tidak penting bagi pengguna jasa. Pengguna jasa merasa
pelayanan yang diterima lebih dari yang diharapkan (berlebihan) sehingga tidak perlu
ada perbaikan pelayanan dari penyedia jasa.
d. Pendekatan Customer Satisfaction Index (CSI)
Manfaat dilakukannya Costumer Satisfaction Index (CSI) adalah untuk
mengetahui tingkat kepuasan pengguna jasa angkutan laut khususnya di pelabuhan
Regional Sanana. Dalam menentukan atau mengukur tingkat kepuasan pengguna jasa
angkutan laut dapat ditentukan dengan indikator nilai CSI yang mempertimbangkan
tingkat harapan pengguna jasa terhadap faktor-faktor yang akan ditentukan.
Pada umumnya, nilai CSI diatas 50 persen dapat dikatakan bahwa pengguna
jasa sudah merasa puas, sebaliknya bila nilai CSI dibawah 50 persen maka pengguna
jasa dikatakan belum puas. Nilai CSI dalam penelitian ini dibagi kedalam lima
kriteria dari tidak puas sampai dengan sangat puas.
Berdasarkan rekomendasi yang diusulkan oleh Oktaviani dan Suryana (2006),
maka nilai indeks kepuasan pengguna jasa adalah seperti terlihat dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Rekomendasi nilai CSI
No Angka Indeks Interpretasi Nilai CSI
1. 0,81 – 1,00 Sangat Puas
2. 0,66 – 0,80 Puas
3. 0,51 – 0,65 Cukup Puas
4. 0,36 – 0,50 Kurang puas
5. 0,00 – 0,34 Tidak Puas

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pengumpulan Data
Informasi dari penumpang pengguna jasa angkutan laut diperoleh dengan
menggunakan kuesioner yang disusun sesuai dengan kebutuhan. Hal ini bertujuan
agar hasil atau data yang diperoleh relevan dan sesuai dengan tujuan penelitian.
Pilihan jawaban yang digunakan dalam kuesioner telah disediakan dan ditentukan
terlebih dahulu, sehingga tidak memungkinkan diperoleh jawaban lain dan skala yang
digunakan adalah Skala Likert dengan bobot nilai dari satu sampai dengan lima.
1. Teknik sampling
Sampling adalah teknik pengambilan data dengan cara mengambil sebagian
kecil sampel (sample) dari populasi atau keseluruhan obyek yang diselidiki
(universe). Jarang sekali suatu penelitian dilakukan dengan cara memeriksa semua
obyek yang diteliti yang disebut sensus. Keuntungan dengan menggunakan teknik
sampling antara lain adalah mengurangi ongkos, mempercepat waktu penelitian dan
dapat memperbesar ruang lingkup penelitian.
Menurut Singarimbun dan Effendi (1985) dalam menentukan besarnya sampel
suatu penelitian, ada empat faktor yang harus dipertimbangkan yaitu :
a. Derajat keseragaman populasi.
b. Ketepatan yang dikehendaki dari penelitian.
c. Rencana analisis.
d. Tenaga, biaya dan waktu
2. Metode Pengambilan Sampel
Pada dasarnya ada dua macam metode pengambilan sampel, yaitu
pengambilan sampel secara acak (probability sampling) dan secara tidak acak (non
probability sampling) (Singarimbun dan Effendi, 1985). Pengambilan sampel secara
acak (probability sampling) terdiri dari :
a. Simple random sampling merupakan pengambilan random sederhana yaitu
prosedur seleksi unit populasi dimana setiap satuan elementer dari populasi
mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Terpilihnya
seseorang menjadi responden adalah kebetulan atau secara acak.
b. Sequential sampling merupakan pengambilan sampel random sistematis yaitu
mengambil elemen pertama dalam sampel secara random atau acak. Sampel
berikutnya ditentukan secara sistematis dengan menggunakan interval sebesar k
yang ditentukan dari total populasi dibagi isi sampel.
c. Proportionate stratified random sampling. Teknik pengambilan sampel ini
digunakan apabila populasi mempunyai anggota atau unsur yang tidak homogen
dan berstrata secara proporsional.
d. Disproportionate stratified random sampling. Teknik pengambilan sampel ini
digunakan untuk menentukan jumlah sampel dengan populasi berstrata tetapi
kurang atau tidak proporsional.
e. Cluster sampling atau sampel area. Teknik ini digunakan untuk menentukan data
bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas sehingga perlu
dilakukan pengelompokan unit populasi berdasarkan karakteristik tertentu dan
kemudian sampel diambil secara acak dari sub populasi.
f. Pengambilan random gugus bertahap dengan menggolongkan populasi dalam
gugus bertingkat.
Menurut Singarimbun (1985) metode pengambilan sampel dengan tidak acak
(non probability sampling) meliputi :
a. Sistematic sampling atau sampel sistematis adalah teknik penentuan sampel
berdasarkan urutan dari anggota populasi yang diberi nomor urut.
b. Quota sampling atau sampel kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari
populasi yang mempunyai cirri-ciri tertentu sampai dengan jumlah yang
diinginkan.
c. Sampling accidental adalah teknik pengambilan sampel secara kebetulan
bertemu dengan peneliti dan dipandang cocok sebagai sumber data.
d. Purposive sampling adalah pengambilan elemen-elemen sampel dengan
pertimbangan tertentu sehingga sengaja dimasukkan oleh peneliti, apabila
dianggap cukup mewakili objek penelitian.
e. Sampling jenuh atau sensus adalah teknik penentuan sampel bila bila semua
anggota populasi digunakan sebagai sampel. Ini terjadi bila populasi relatif kecil.
f. Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya
kecil, kemudian sampel ini memilih teman lagi untuk dijadikan sampel dan
seterusnya sehingga jumlah sampel semakin banyak.
Dalam penelitian ini digunakan simple random sampling dimana setiap
anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel dan
terpilihnya sampel juga dilakukan secara acak dan kebetulan.
3. Penentuan Jumlah Sampel
Jumlah anggota sampel sering dinyatakan dengan ukuran sampel. Makin besar
jumlah sampel mendekati populasi, maka peluang kesalahan makin kecil. Sebaliknya
makin kecil jumlah sampel menjauhi populasi, maka semakin besar kesalahan
generalisasi. Rumus untuk menentukan jumlah sampel menurut Nazir (1988) adalah :

dengan :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
p = proporsi populasi
B = bound of error dalam pengambilan sampel
Menurut Sugiarto (2001), proporsi populasi (p) biasanya diketahui dari hasil
survei sebelumnya, namun jika nilai p sama sekali tidak diketahui, maka yang
dilakukan adalah mencari sampel sebanyak mungkin. Dari rumus ini nilai sampel
yang paling besar bisa diperoleh dari nilai terbesar p(1-p) yaitu pada saat p=0,5. Dari
data BPS Kabupaten Kepulauan Sula diketahui rata-rata jumlah penumpang angkutan
laut di Pelabuhan Sanana sebesar 24.464 pertahun. Jumlah ini selanjutnya digunakan
sebagai jumlah populasi (N) yang akan dijadikan sampel penelitian. Nilai derajat
ketepatan ditetapkan 90% atau bound of error (B) ditetapkan = 0,1.
B. Metode Penelitian
1. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode survei dengan cara :
a. Wawancara
Metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab atau wawancara
langsung. Sebelum wawancara telah dibuat terlebih dahulu daftar pertanyaan
kemudian ditujukan kepada pihak Pelabuhan Regional Sanana dan operator kapal
untuk dapat memberikan data pendukung yang diperlukan tentang pelayanan yang
diberikan.
b. Kuesioner
Metode pengumpulan data dengan cara menyusun dan mengajukan daftar
pertanyaan atau kuesioner kepada responden secara tertulis, sehingga memudahkan
dalam pengolahan data. Penyusunan kuesioner didasarkan atas wawancara
terstruktur/baku yaitu, susunan pertanyaan sudah ditetapkan sebelumnya dengan
pilihan-pilihan jawaban yang sudah tersedia. Kuesioner yang disusun terbagi atas dua
bagian yaitu :
Bagian I : Informasi karakteristik sosial ekonomi responden.
Bagian II : Informasi untuk mengetahui penilaian responden atas pelayanan yang
diberikan kepada penumpang angkutan laut di Pelabuhan Regional Sanana dimana
digunakan skala Likert.
Pada skala Likert digunakan pembobotan nilai satu sampai dengan lima
dimana angka satu berarti nilai pelayanan sangat buruk dan nilai kepentingan tidak
penting, sampai dengan angka lima yang berarti nilai pelayanan sangat baik dan nilai
kepentingan sangat penting. Adapun bentuk lengkap dari daftar pertanyaan
(kuesioner) tersebut dicantumkan dalam lampiran.
c. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari buku-buku referensi yang ada
hubungannya dengan obyek yang diteliti. Ini dilakukan untuk memperoleh dasardasar
teoritis mengenai masalah kualitas pelayanan terhadap tingkat kepuasan
customer yang digunakan untuk menganalisa kenyataan yang ada pada obyek yang
diteliti.
2. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan berupa daftar pertanyaan atau kuesioner
yang terdiri dari 16 pertanyaan tentang kepentingan kualitas jasa pelayanan
pelabuhan dan kapal dan 16 pertanyaan tentang kinerja kualitas jasa pelayanan
pelabuhan dan kapal. Sebelum daftar pertanyaan digunakan terlebih dahulu dilakukan
uji validitas dan reabilitas kuesioner dengan jumlah responden sebanyak 30 orang.
C. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini ada dua kelompok variabel yaitu :
1. Variabel 5 (lima) dimensi penentu kualitas jasa pelayanan yang terdiri atas :
a. Penampilan fisik (tangible), penampilan fasilitas fisik, peralatan, penampilan personel dan materi komunikasi.
b. Kehandalan (reliability), kemampuan perusahaan untuk melaksanakan jasajasa yang dijanjikan dengan terpercaya dan akurat.
c. Tanggapan (responsiveness), kemauan untuk membantu pelanggan dan
memberikan jasa yang cepat.
d. Kepastian (assurance), pengetahuan dan keramahtamahan karyawan dan kemampuan karyawan untuk menciptakan opini yang dapat dipercaya pelanggan.
e. Empati (emphaty), kepedulian dan perhatian perusahaan terhadap pelanggan

2. Variabel Kepuasan Customer
Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang
dirasakan (perceived performance) dan harapan (expectations). Customer dapat
mengalami salah satu dari tingkat kepuasan yang umum. Jika kinerja di bawah
harapan, customer tidak akan puas. Jika kinerja sesuai dengan harapan, customer
akan puas. Jika kinerja melampaui harapan, customer akan sangat puas, senang atau
bahagia . Tingkat persepsi pengguna jasa angkutan merupakan tanggapan dari responden yang dirasakan terhadap pelayanan dengan membandingkan kualitas jasa yang diterima terhadap harapan pelayanan jasa angkutan tersebut. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan jasa pelabuhan. Tingkat Pelayanan Pelabuhan dan Kapal Penumpang Variabel Dimensi Indikator Kualitas pelayanan Penampilan fisik (tangible)
a. Kebersihan area pelabuhan
b. Kebersihan di kapal
c. Sistem penerangan di pelabuhan (malam hari)
d. Kenyamanan di kapal
Kehandalan (reliability)
a. Sistem pembelian tiket
b. Waktu tiba/berangkat di kapal
c. Ketersediaan area parkir kendaraan
Tanggapan (responsiveness)
a. Informasi jadwal kedatangan dan
keberangkatan kapal
b. Ketersediaan fasilitas pendukung di ruang
tunggu
c. Fasilitas pendukung di kapal
Kepastian (assurance)
a. Keamanan area pelabuhan
b. Jaminan mendapat tempat tidur di kapal
c. Keamanan barang bagasi penumpang
d. Fasilitas keselamatan di kapal
Empati (emphaty)
a. Sikap petugas dalam melayani penumpang
b. Sikap ABK dalam melayani penumpang
Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan pengguna jasa
terhadap kualitas pelayanan pelabuhan.
Variabel Indikator Tingkat Kepuasan dan Harapan Pelabuhan Tanggapan Pengguna Jasa
a. Sikap petugas dalam melayani penumpang
b. Informasi jadwal kedatangan dan keberangkatan kapal
c. Keamanan area pelabuhan
d. Sistem penerangan di pelabuhan (malam hari)
e. Ketersediaan fasilitas pendukung di ruang tunggu
f. Kebersihan area pelabuhan
g. Sistem pembelian tiket
h. Ketersediaan area parkir kendaraan
Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan pengguna jasa
terhadap kualitas pelayanan operator kapal.
Variabel Indikator tingkat pelayanan di kapal Tanggapan Pengguna Jasa:
a. Sikap ABK dalam melayani penumpang
b. Jaminan mendapat tempat tidur di kapal
c. Keamanan barang bagasi penumpang
d. Waktu tiba/berangkat di kapal
e. Fasilitas keselamatan di kapal
f. Fasilitas pendukung di kapal
g. Kebersihan di kapal
h. Kenyamanan di kapal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar