A.
Pengertian Umum Angkutan Laut
Angkutan
laut adalah kegiatan mengangkut dan atau memindahkan
penumpang
dan atau barang dengan menggunakan kendaraan air yang memiliki
bentuk
dan jenis tertentu, serta dapat digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga
angin
atau bentuk energi lainnya. Angkutan dibutuhkan karena
keberadaan
pusat-pusat produksi yang letaknya berbeda dengan pusat-pusat
konsumsi.
Perbedaan ini menyangkut kelainan nilai hasil produksi daerah asal untuk
dijual
ke daerah tujuan guna mempertinggi nilai barang hasil produksi.
Kapal
dan pelabuhan merupakan sarana dan prasarana angkutan laut yang
memiliki
hubungan saling ketergantungan dalam menunjang perdagangan dan lalu
lintas
penumpang dan muatan barang. Fungsi utama sarana dan prasarana angkutan
laut
adalah memperpendek jarak tempuh, memindahkan hasil produksi dan
melancarkan
hubungan antar daerah.
Moda
angkutan laut memiliki karakteristik tersendiri antara lain aksesibilitas
dan
ketersediaan jaringan pelayaran berupa akses pelabuhan yang terbatas, mobilitas
dan
kenyamanan penumpang rendah, efisiensi tinggi dengan biaya rendah untuk
angkutan
muatan barang secara massal dengan keamanan bervariasi.
Jaringan
transportasi laut terbagi atas jaringan prasarana dan pelayanan.
Jaringan
prasarana terdiri atas simpul yang berwujud pelabuhan laut dan ruang
lalulintas
yang berwujud alur pelayaran, sedangkan fungsi pelayanan dapat
dikelompokkan
menjadi trayek komersil dan trayek non komersil atau perintis .
B.
Tatanan Kepelabuhanan
Pelabuhan
adalah tempat yang terdiri atas daratan dan atau perairan dengan
batas-batas
tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan
yang
dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang dan atau
bongkar
muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi
dengan
fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang
pelabuhan
serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.
Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan
membagi
jenjang pelabuhan menjadi tiga tingkatan yaitu :
1.
Pelabuhan Utama
Pelabuhan
Utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan
angkutan
laut dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri
dan
internasional dalam jumlah besar dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan
atau
barang serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antar
provinsi.
2.
Pelabuhan pengumpul
Pelabuhan
pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani
kegiatan
angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam
jumlah
menengah dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan atau barang serta
angkutan
penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antar provinsi.
3.
Pelabuhan Pengumpan
Pelabuhan
pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani
kegiatan
angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam
jumlah
terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan
pengumpul
dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan atau barang serta
angkutan
penyeberangan dengan jangkauan dalam provinsi.
Pelabuhan
Regional Sanana adalah pelabuhan pengumpan yang berfungsi
khusus
untuk melayani angkutan laut dalam jumlah kecil dan jangkauan pelayanan
antar
kecamatan dalam kabupaten maupun antar kabupaten/kota serta menjadi
pengumpan
ke pelabuhan utama yang ada di Ternate, Ambon dan Manado.
C.
Infrastruktur Pelabuhan
Pelabuhan
berperan sangat penting dalam perdagangan dan pembangunan
regional
dan nasional yaitu sebagai pintu gerbang keluar masuk barang dan
penumpang
menuju dan dari suatu daerah dimana pelabuhan tersebut berada. Untuk
menunjang
peranan dan fungsi pelabuhan yang strategis, dibutuhkan ketersediaan
sarana
dan prasarana pelabuhan meliputi :
1.
Dermaga
Dermaga
merupakan sarana tambatan dimana kapal-kapal bersandar untuk
memuat
dan menurunkan barang dan atau mengangkut dan menurunkan penumpang.
Sarana
tambatan yang dimaksud adalah termasuk dermaga (quay walls), pelampung
tambatan
(mooring buoys), tiang-tiang pancang tambatan (mooring piles),
ponton dan
dermaga
ringan (lighter wharves). Sarana-sarana tersebut dibangun pada lokasi
tertentu
dengan mempertimbangkan kondisi alam dan topografi, cuaca dan fenomena
laut,
navigasi kapal serta kondisi dari penggunaan daerah perairan di sekitar lokasi
dermaga.
2.
Pergudangan
Pergudangan
merupakan fasilitas penunjang prasarana laut dari suatu
pelabuhan.
Pergudangan didefenisikan sebagai tempat untuk menyimpan barangbarang
yang
berasal dari kapal atau yang akan dimuat ke kapal.
Gudang
diklasifikasikan berdasarkan fungsi dan kegunaannya serta dibedakan
menurut
jenis barang yang disimpan. Gudang berfungsi menjaga keseimbangan
jumlah
muatan yang diangkut oleh kapal dan angkutan darat, terlaksananya pelayanan
administrasi,
mencegah kerusakan muatan yang diakibatkan oleh cuaca dan penyebab
lainnya
serta sebagai upaya pengumpulan muatan.
3.
Lapangan Penumpukan
Lapangan
penumpukan adalah suatu tempat yang berada diluar dermaga,
memiliki
fungsi untuk menumpuk barang yang akan dimuat ke kapal atau barang
yang
dibongkar dari kapal. Lapangan penumpukan diperkeras dengan struktur
tertentu
sehingga dapat menerima beban berat dari barang yang ditampungnya.
Lapangan
penumpukan harus memenuhi persyaratan khusus yaitu :
1)
Tersedia tempat untuk areal penyortiran barang sesuai jenis barang yang
ditangani;
2)
Tata ruang lapangan aman bagi operasional kendaraan dan peralatan pengangkut
barang;
3)
Areal penyortiran barang harus dikeraskan dengan bahan untuk lapisan jalan
seperti
beton semen atau aspal dan dilengkapi fasilitas pembuangan air.
Pelabuhan
Regional Sanana memiliki dermaga dengan konstruksi beton
sepanjang
86 m, lebar 8 m, dengan kapasitas 20 ton/m3. Sarana pendukung yang
tersedia
adalah ruang tunggu atau terminal penumpang berukuran 200 m2 yang
mampu
menampung 100 orang penumpang dan gudang penyimpanan barang
berukuran
300 m2 dengan kapasitas 1600 ton/m3. Fasilitas yang belum tersedia adalah
lapangan
penumpukan khusus untuk peti kemas karena terkendala terbatasnya lahan
pelabuhan.
D.
Kualitas Pelayanan Angkutan Laut
Menurut
Kamus Bahasa Indonesia, kualitas berarti tingkat baik buruknya
sesuatu,
derajat atau taraf kepandaian, kecakapan atau mutu. Pengertian kualitas
menurut
Tjiptono (1995) adalah kesesuaian dengan persyaratan, kecocokan untuk
pemakaian,
perbaikan berkelanjutan, bebas dari kerusakan atau cacat, pemenuhan
kebutuhan
pelanggan sejak awal dan setiap saat, melakukan segala sesuatu secara
benar,
dan sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.
Menurut
Ibrahim (1997) kualitas adalah suatu strategi dasar bisnis yang
menghasilkan
barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen
internal
dan eksternal, secara eksplisit dan implisit. Strategi ini menggunakan seluruh
kemampuan
sumber daya manajemen, modal, teknologi, peralatan, material serta
sumber
daya manusia.
Menurut
Kamus Bahasa Indonesia, pelayanan memiliki tiga makna yaitu
perihal
atau cara melayani, usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh
imbalan
uang, dan kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli barang
atau
jasa.
Menurut
Lovelock (1991), pelayanan adalah produk yang tidak berwujud,
berlangsung
sebentar dan dirasakan atau dialami. Artinya pelayanan merupakan
produk
yang tidak ada wujud atau bentuknya sehingga tidak ada bentuk yang dapat
dimiliki,
tetapi dialami dan dapat dirasakan oleh penerima pelayanan. Secara
etimologis,
pelayanan berasal dari kata layan yang berarti membantu menyiapkan
atau
mengurus apa-apa yang diperlukan seseorang.
Dari
uraian tersebut, maka pelayanan dapat diartikan sebagai aktivitas yang
diberikan
untuk membantu, menyiapkan dan mengurus baik itu berupa barang atau
jasa
dari satu pihak kepada pihak lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian
kualitas
layanan menurut Zethaml dkk (1990) adalah sebagai berikut :
1.
Word of mouth communication, apa yang didengar pengguna jasa dari
pengguna
jasa
lain melalui percakapan dari mulut ke mulut merupakan faktor potensial
untuk
membentuk penilaian kualitas pelayanan oleh pengguna jasa.
2.
Personal needs, kebutuhan pribadi akan menimbulkan kualitas pelayanan
dalam
tingkatan
yang berbeda, tergantung karakteristik individu dan situasi kondisi
lapangan.
3.
Past experience, pengalaman masa lalu pengguan jasa sehubungan dengan
penggunaan
jasa dimaksud ataupun yang serupa.
4.
External communication, komunikasi eksternal dari penyedia jasa
memainkan
peranan
penting dalam membentuk kualitas pelayanan pengguna jasa, melalui
komunikasi
eksternal faktor harga/tarif memegang peranan sangat penting.
Untuk
penilaian kualitas tentang pelayanan, ditemukan sepuluh dimensi yang
mempengaruhi
kualitas pelayanan, yaitu :
1.
Tangibles: fasilitas yang tampak nyata, peralatan personil dan peralatan
atau
material
komunikasi.
2.
Reliability: kemampuan untuk dapat menjanjikan layanan yang bisa
diandalkan
atau
ditentukan secara akurat.
3.
Responsiveness: kemauan untuk dapat membantu customer dan
menyediakan layanan yang dijanjikan dan cepat tanggap dalam memecahkan
permasalahan dari customer.
4.
Competence: peningkatan permintaan keahlian dan pengetahuan untuk menyediakan
layanan.
5.
Courtesy: kesopanan, respon, kehati-hatian dan keramahan untuk
berhubungan dengan customer.
6.
Credibility: kepercayaan, bisa dipercaya, jujur dalam menyediakan
layanan.
7.
Security: aman dari bahaya, resiko dan keragu-raguan.
8.
Access: pendekatan dan adanya kontak karena kasus.
9.
Communication: menjaga customer dengan diinformasikan dalam
bahasa yang dapat dimengerti oleh mereka dan mendengar keluhan dari customer.
10.
Understanding the customer: membuat penawaran untuk mengetahui keinginan
customer
dan kebutuhan mereka.
E.
Atribut Pelayanan Jasa Angkutan Laut
Atribut
pelayanan merupakan atribut dari sistem transportasi yang
mempengaruhi
kepuasan konsumen, seperti kapan, dimana, untuk apa, dengan moda
apa,
dengan rute yang mana, melakukan pergerakan atau perjalanan. Konsumen yang
berbeda
akan mempertimbangkan atribut pelayanan yang berbeda pula. Dalam
kenyataan
konsumen tidak mempertimbangkan suatu atribut pelayanan yang ada pada
suatu
jenis pelayanan tertentu, tetapi hanya mengidentifikasikan beberapa variabel
pelayanan
yang dianggap paling besar pengaruhnya terhadap profesinya.
Beberapa
atribut untuk pelayanan jasa dibidang transportasi dari berbagai
pertimbangan
para konsumen telah dirumuskan oleh Manheim, (1979). Atributatribut
tersebut
dianggap bisa mewakili pelayanana terhadap konsumen dan
berpengaruh
terhadap tiap aktivitas konsumen yang berbeda.
Contoh
atribut yang dirumuskan oleh Manheim (1979) adalah sebagai berikut:
1.
Waktu yang indikatornya terdiri dari waktu perjalanan total, keandalan (variasi
waktu
perjalanan), waktu perpindahan (transfer), frekuensi perjalanan dan
jadwal
perjalanan.
2.
Biaya yang indikatornya terdiri dari biaya transportasi langsung seperti tarif
dan
biaya
bahan bakar, biaya transportasi tidak langsung seperti biaya pemeliharaan
dan
asuransi.
3.
Keselamatan dan keamanan yang indikatornya terdiri dari kemungkinan
terjadinya
kecelakaan dan perasaan aman.
4.
Kesenangan dan kenyamanan pengguna jasa yang indikatornya terdiri dari jarak
perjalanan,
kenyamanan fisik (suhu, kebersihan), kesenangan perjalanan
(penanganan
bagasi, ticketing, pelayanan makan dan minum, kesenangan lainnya
seperti
adanya hiburan musik).
5.
Pelayanan ekspedisi berupa adanya asuransi kerugian dan hak pengiriman
kembali.
F.
Landasan Teori
1.
Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Kotler
(1995) mengidentifikasi empat metode untuk mengukur kepuasan
pelanggan,
yaitu sebagai berikut :
a.
Sistem keluhan dan Saran
Setiap
organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer-oriented) perlu
memberikan
kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan
saran,
pendapat, dan keluhan mereka. Media yang digunakan bisa berupa kotak saran
yang
diletakkan di tempat-tempat strategis (yang mudah dijangkau atau sering
dilewati
pelanggan), kartu komentar (yang bisa diisi langsung maupun yang bisa
dikirim
via pos kepada perusahaan), saluran telepon khusus bebas pulsa, dan lainlain.
Informasi-informasi
yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan
ide-ide
baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga
memungkinkannya
untuk bereaksi dengan tanggap dan cepat untuk mengatasi
masalah-masalah
yang timbul. Akan tetapi, karena metode ini bersifat pasif, maka
sulit
mendapatkan gambaran lengkap mengenai kepuasan atau ketidakpuasan
pelanggan.
Tidak semua pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan keluhannya.
Bisa
saja mereka langsung beralih pemasok dan tidak akan membeli produk
perusahaan
tersebut lagi.
Upaya
mendapatkan saran yang bagus dari pelanggan juga sulit diwujudkan
dengan
metode ini. Terlebih lagi bila perusahaan tidak memberikan imbal balik dan
tindak
lanjut yang memadai kepada mereka yang telah bersusah payah berpikir
(menyumbang
ide) ke pihak perusahaan.
b.
Ghost Shopping
Salah
satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan
adalah
dengan memperkerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan atau
bersikap
sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing.
Kemudian
mereka melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan
kelemahan
produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam
pembelian
produk-produk tersebut. Selain itu para ghost shopper juga dapat
mengamati
cara perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan pelanggan,
menjawab
pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan. Ada baiknya setiap
manajer
perusahaan terjun langsung menjadi ghost shopper untuk mengetahui
langsung
bagaimana karyawannya berinteraksi dan memperlakukan para
palanggannya.
Tentunya karyawan tidak boleh tahu kalau atasannya sedang
melakukan
penelitian atau penilaian (misalnya dengan cara menelepon
perusahaannya
sendiri dan mengajukan berbagai keluhan atau pertanyaan). Bila
mereka
tahu sedang dinilai, tentu saja perilaku mereka akan menjadi sangat manis
dan
hasil penilaian akan menjadi bias.
c.
Lost Customer Analysis
Perusahaan
seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti
membeli
atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu
terjadi
dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan/penyempurnaan
selanjutnya.
Bukan hanya exit interview saja yang perlu, tetapi pemantauan customers
loss
rate juga penting, di mana peningkatan customers loss rate menunjukkan
kegagalan
perusahaan dalam memuaskan pelanggannya.
d.
Survei Kepuasan Pelanggan
Umumnya
banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan yang dilakukan
dengan
metode survei, baik dengan survei melalui pos, telepon, pembagian kuesioner
maupun
wawancara pribadi. Melalui survei perusahaan akan memperoleh tanggapan dan
umpan balik (feedback) secara langsung dari pelanggan dan juga
memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap
para pelanggannya.
Dalam
penelitian ini peneliti memilih metode yang keempat yaitu metode
dengan
survey kepuasan pelanggan. Peneliti terjun ke lapangan dan melakukan
wawancara
serta membagi kuesioner ke pengguna jasa angkutan laut, sehingga dapat
langsung
mengetahui persepsi pengguna jasa angkutan laut terhadap kinerja
pelabuhan
dan kapal penumpang serta harapan dan keinginannya.
2.
Uji Kuisioner
a.
Uji Validitas
Uji
validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir pertanyaan
kuesioner
dalam mendefenisikan suatu variabel. Butir-butir pertanyaan kuesioner
pada
prinsipnya harus mendukung variabel tertentu yang dijadikan variabel
penelitian.
Kriteria yang digunakan untuk menilai hasil uji validitas adalah nilai
korelasi
(r), yang disebut dengan koefisien validitas. Nilai r hasil
perhitungan
dibandingkan
dengan nilai r tabel dimana jika nilai r tabel lebih kecil dari
nilai r
hitung
maka butir pertanyaan tersebut dianggap valid.
b.
Uji Reliabilitas
Uji
Reliabilitas atau kehandalan merupakan ukuran kestabilan dan konsistensi
responden
dalam menjawab butir-butir pertanyaan yang berkaitan dengan dimensi
variabel
penelitian. Reliabilitas memberikan gambaran sejauh mana suatu hasil
pengukuran
dapat dipercaya artinya sejauh mana skor hasil pengukuran terbebas dari
kesalahan
pengukuran (measurement error).
Tinggi
rendahnya nilai reliabilitas secara empiris ditunjukkan oleh suatu
angka
yang disebut koefisien reliabilitas. Secara teoritis besarnya koefisien
reliabilitas
berkisar antara 0,0-1,0 dan dibagi menjadi beberapa kategori yaitu
reliabilitas
sangat tinggi (0,8-1,0), reliabilitas tinggi (0,6-0,8), reliabilitas cukup
(0,4-
0,6),
reliabilitas rendah (0,2-0,4), dan reliabilitas buruk (0,0-0,2), sehingga
besarnya
koefisien
reliabilitas minimal yang harus dipenuhi oleh suatu alat ukur adalah 0,4
3.
Teknik Pengukuran Kinerja
a.
Teknik Pengukuran
Prosedur
pengukuran dan pemberian angka-angka pada variabel diharapkan
bersifat
isomorphic terhadap realita, artinya ada persamaan dengan realit.
Tingkat ukuran di dunia penelitian dikembangkan pertama kali oleh Steven pada
tahun 1946, yakni tingkat ukuran nominal, ordinal, interval dan rasio.
1)
Ukuran nominal, merupakan ukuran yang paling sederhana. Dalam ukuran ini
tidak
ada asumsi tentang jarak maupun urutan antara kategori-kategori dan angka
hanya
menunjukan kedudukan atau berupa label.
2)
Ukuran Ordinal, merupakan ukuran yang mengurutkan responden dari tingkatan
paling
rendah ke tingkatan paling tinggi menurut suatu atribut tertentu tanpa ada
penunjuk
yang jelas tentang berapa jumlah absolut atribut yang dimiliki oleh
masing-masing
responden tersebut dan berapa interval antara responden dengan
responden
lainnya.
3)
Ukuran interval, merupakan ukuran yang tidak semata-mata mengurutkan
orang
atau
obyek berdasarkan suatu atribut, tetapi memberikan informasi tentang
interval
antara satu obyek dengan obyek lainnya. Tetapi ukuran itu
tidak
memberikan
informasi tentang jumlah absolut atribut yang dimiliki obyek.
4)
Ukuran rasio, merupakan ukuran yang diperoleh selain informasi tentang urutan
dan
interval antara obyek-obyek juga terdapat informasi tambahan tentang
jumlah
absolut atribut obyek yang jaraknya diukur dari titik nol.
Sedangkan
metode survei kepuasan pelanggan dapat menggunakan
pengukuran
dengan berbagai cara sebagai berikut :
1)
Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan seperti
“Ungkapkan
seberapa puas saudara terhadap pelayanan perusahan X pada skala
berikut
: sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, sangat puas” (directly reported
satisfaction).
2)
Responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka mengharapkan
suatu
atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan (derived dissatisfaction).
3)
Responden diminta untuk menuliskan masalah-masalah yang mereka hadapi
berkaitan
dengan penawaran dari perusahaan dan juga diminta untuk menuliskan
perbaikan-perbaikan
yang mereka sarankan (problem analysis).
4)
Responden dapat diminta untuk meranking berbagai elemen (atribut) dari
penawaran
berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan seberapa baik
kinerja
perusahaan dalam masing-masing elemen (importance/performan ratings).
Teknik ini dikenal pula dengan istilah Importance-Performance Analysis
Dalam
penelitian ini teknik pengukuran yang digunakan adalah teknik
keempat
yaitu Importance-Performance Analysis.
b.
Skala Pengukuran
Dalam
penelitian ini skala pengukuran yang digunakan adalah Skala Likert.
Skala
ini dikembangkan oleh Rensis Likert (1932) dan terkenal dengan nama Likert’s
Summated
Ratings (LSR) atau Skala Likert. Beberapa faktor
yang
menyebabkan skala Likert banyak digunakan sebagai berikut :
1)
Skala ini relatif mudah dibuat.
2)
Bebas memasukan item-item pernyataan.
3)
Jawaban dapat berupa beberapa alternatif
4)
Tingkat reliabilitas yang tinggi dapat dicapai.
5)
Mudah untuk diterapkan pada berbagai situasi.
c.
Pendekatan Importance-Performance Analysis (IPA)
Importance-Performance
Analysis (IPA) merupakan alat bantu dalam
menganalisis
atau untuk membandingkan sampai sejauh mana kinerja/pelayanan yang
dapat
dirasakan oleh pengguna jasa dibandingkan terhadap tingkat kepuasan yang
diinginkan.
Untuk mengukur tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan/kinerja
terhadap
jawaban responden, digunakan skala lima tingkat. Dari hasil penilaian
tingkat
kepentingan dan hasil penilaian kinerja, maka akan diperoleh suatu
perhitungan
mengenai tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan dan tingkat
pelaksanaannya.
Tingkat kesesuaian merupakan hasil perbandingan antara skor kinerja
pelaksanaan
dengan skor kepentingan, sehingga tingkat kesesuaian inilah yang akan
menentukan
skala perioritas yang akan dipakai dalam penanganan faktor-faktor yang
mempengaruhi
kepuasan pengguna jasa angkutan laut.
Ada
dua buah variabel yang akan menentukan tingkat kinerja penyedia jasa
pelayanan
(diberi simbol X) dan tingkat kepentingan pengguna jasa (diberi simbol Y)
sebagaimana
dijelaskan dengan model matematik sebagai berikut :
Tk
= Tingkat kesesuaian responden
X
= Skor penilaian kualitas pelayanan jasa (kinerja)
Y
= Skor penilaian kepentingan pengguna jasa
_
=
Skor rata-rata tingkat kualitas pelayanan jasa (kinerja)
_
=
Skor rata-rata tingkat kepentingan pengguna jasa
N
= Jumlah responden
Selanjutnya
unsur-unsur dari atribut akan dikelompokkan dalam salah satu
dari
empat kuadran yang disebut dengan diagram kartesius yang dibatasi oleh sumbu
X
dan sumbu Y. Apabila unsur pelayanan berada pada kuadran 1, maka dapat
diartikan bahwa
unsur
tersebut memiliki importance tinggi dan performance rendah. Pada
kondisi ini,
kepentingan
pengguna jasa berupa faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan
berada
pada tingkat tinggi (dianggap penting), sedangkan dari sisi kepuasan,
pengguna
jasa merasa tidak puas sehingga menuntut adanya perbaikan kualitas
pelayanan
menjadi prioritas utama oleh penyedia jasa.
Jika
unsur pelayanan terletak pada kuadran 2, maka unsur tersebut memiliki
importance
tinggi dengan performance juga tinggi. Kondisi ini
berarti faktor-faktor
yang
mempengaruhi pelayanan dianggap penting dan menjadi keunggulan dari
penyedia
jasa, sedangkan kepuasan pengguna jasa juga terpenuhi (sudah merasa
puas).
Dalam hal ini pengelola penyedia jasa diharapkan dapat mempertahankan
prestasinya
dalam bentuk kualitas pelayanan/kinerjanya.
Selanjutnya
bila unsur pelayanan berada pada kuadran 3, maka unsur tersebut
memiliki
importance rendah dengan performance juga rendah. Kondisi ini
menunjukkan
faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas pelayanan dianggap
tidak
penting oleh pengguna jasa dan kinerja penyedia jasa biasa-biasa saja sehingga
pengguna
jasa tidak merasa puas dengan pelayanan yang diberikan. Peningkatan
kualitas
pelayanan pada kondisi ini tidak terlalu mendesak sehingga menjadi prioritas
rendah
dalam perbaikan pelayanan.
Unsur
pelayanan yang menempati kuadran 4 memiliki importance rendah
sedangkan
performance tinggi, artinya pada kondisi ini faktor-faktor yang
mempengaruhi
pelayanan tidak penting bagi pengguna jasa. Pengguna jasa merasa
pelayanan
yang diterima lebih dari yang diharapkan (berlebihan) sehingga tidak perlu
ada
perbaikan pelayanan dari penyedia jasa.
d.
Pendekatan Customer Satisfaction Index (CSI)
Manfaat
dilakukannya Costumer Satisfaction Index (CSI) adalah untuk
mengetahui
tingkat kepuasan pengguna jasa angkutan laut khususnya di pelabuhan
Regional
Sanana. Dalam menentukan atau mengukur tingkat kepuasan pengguna jasa
angkutan
laut dapat ditentukan dengan indikator nilai CSI yang mempertimbangkan
tingkat
harapan pengguna jasa terhadap faktor-faktor yang akan ditentukan.
Pada
umumnya, nilai CSI diatas 50 persen dapat dikatakan bahwa pengguna
jasa
sudah merasa puas, sebaliknya bila nilai CSI dibawah 50 persen maka
pengguna
jasa
dikatakan belum puas. Nilai CSI dalam penelitian ini dibagi kedalam lima
kriteria
dari tidak puas sampai dengan sangat puas.
Berdasarkan
rekomendasi yang diusulkan oleh Oktaviani dan Suryana (2006),
maka
nilai indeks kepuasan pengguna jasa adalah seperti terlihat dalam Tabel 2.1.
Tabel
2.1 Rekomendasi nilai CSI
No
Angka Indeks Interpretasi Nilai CSI
1.
0,81 – 1,00 Sangat Puas
2.
0,66 – 0,80 Puas
3.
0,51 – 0,65 Cukup Puas
4.
0,36 – 0,50 Kurang puas
5.
0,00 – 0,34 Tidak Puas
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Pengumpulan Data
Informasi
dari penumpang pengguna jasa angkutan laut diperoleh dengan
menggunakan
kuesioner yang disusun sesuai dengan kebutuhan. Hal ini bertujuan
agar
hasil atau data yang diperoleh relevan dan sesuai dengan tujuan penelitian.
Pilihan
jawaban yang digunakan dalam kuesioner telah disediakan dan ditentukan
terlebih
dahulu, sehingga tidak memungkinkan diperoleh jawaban lain dan skala yang
digunakan
adalah Skala Likert dengan bobot nilai dari satu sampai dengan lima.
1.
Teknik sampling
Sampling
adalah teknik pengambilan data dengan cara mengambil
sebagian
kecil
sampel (sample) dari populasi atau keseluruhan obyek yang diselidiki
(universe).
Jarang sekali suatu penelitian dilakukan dengan cara memeriksa semua
obyek
yang diteliti yang disebut sensus. Keuntungan dengan menggunakan teknik
sampling
antara lain adalah mengurangi ongkos, mempercepat waktu
penelitian dan
dapat
memperbesar ruang lingkup penelitian.
Menurut
Singarimbun dan Effendi (1985) dalam menentukan besarnya sampel
suatu
penelitian, ada empat faktor yang harus dipertimbangkan yaitu :
a.
Derajat keseragaman populasi.
b.
Ketepatan yang dikehendaki dari penelitian.
c.
Rencana analisis.
d.
Tenaga, biaya dan waktu
2.
Metode Pengambilan Sampel
Pada
dasarnya ada dua macam metode pengambilan sampel, yaitu
pengambilan
sampel secara acak (probability sampling) dan secara tidak acak (non
probability
sampling) (Singarimbun dan Effendi, 1985). Pengambilan sampel secara
acak
(probability sampling) terdiri dari :
a.
Simple random sampling merupakan pengambilan random sederhana yaitu
prosedur
seleksi unit populasi dimana setiap satuan elementer dari populasi
mempunyai
kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Terpilihnya
seseorang
menjadi responden adalah kebetulan atau secara acak.
b.
Sequential sampling merupakan pengambilan sampel random sistematis yaitu
mengambil
elemen pertama dalam sampel secara random atau acak. Sampel
berikutnya
ditentukan secara sistematis dengan menggunakan interval sebesar k
yang
ditentukan dari total populasi dibagi isi sampel.
c.
Proportionate stratified random sampling. Teknik pengambilan sampel ini
digunakan
apabila populasi mempunyai anggota atau unsur yang tidak homogen
dan
berstrata secara proporsional.
d.
Disproportionate stratified random sampling. Teknik pengambilan sampel
ini
digunakan
untuk menentukan jumlah sampel dengan populasi berstrata tetapi
kurang
atau tidak proporsional.
e.
Cluster sampling atau sampel area. Teknik ini digunakan untuk menentukan
data
bila
obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas sehingga perlu
dilakukan
pengelompokan unit populasi berdasarkan karakteristik tertentu dan
kemudian
sampel diambil secara acak dari sub populasi.
f.
Pengambilan random gugus bertahap dengan menggolongkan populasi dalam
gugus
bertingkat.
Menurut
Singarimbun (1985) metode pengambilan sampel dengan tidak acak
(non
probability sampling) meliputi :
a.
Sistematic sampling atau sampel sistematis adalah teknik penentuan
sampel
berdasarkan
urutan dari anggota populasi yang diberi nomor urut.
b.
Quota sampling atau sampel kuota adalah teknik untuk menentukan sampel
dari
populasi
yang mempunyai cirri-ciri tertentu sampai dengan jumlah yang
diinginkan.
c.
Sampling accidental adalah teknik pengambilan sampel secara kebetulan
bertemu
dengan peneliti dan dipandang cocok sebagai sumber data.
d.
Purposive sampling adalah pengambilan elemen-elemen sampel dengan
pertimbangan
tertentu sehingga sengaja dimasukkan oleh peneliti, apabila
dianggap
cukup mewakili objek penelitian.
e.
Sampling jenuh atau sensus adalah teknik penentuan sampel bila bila
semua
anggota
populasi digunakan sebagai sampel. Ini terjadi bila populasi relatif kecil.
f.
Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula
jumlahnya
kecil,
kemudian sampel ini memilih teman lagi untuk dijadikan sampel dan
seterusnya
sehingga jumlah sampel semakin banyak.
Dalam
penelitian ini digunakan simple random sampling dimana setiap
anggota
populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel dan
terpilihnya
sampel juga dilakukan secara acak dan kebetulan.
3.
Penentuan Jumlah Sampel
Jumlah
anggota sampel sering dinyatakan dengan ukuran sampel. Makin besar
jumlah
sampel mendekati populasi, maka peluang kesalahan makin kecil. Sebaliknya
makin
kecil jumlah sampel menjauhi populasi, maka semakin besar kesalahan
generalisasi.
Rumus untuk menentukan jumlah sampel menurut Nazir (1988) adalah :
dengan
:
n
= jumlah sampel
N
= jumlah populasi
p
= proporsi populasi
B
= bound of error dalam pengambilan sampel
Menurut
Sugiarto (2001), proporsi populasi (p) biasanya diketahui dari hasil
survei
sebelumnya, namun jika nilai p sama sekali tidak diketahui, maka yang
dilakukan
adalah mencari sampel sebanyak mungkin. Dari rumus ini nilai sampel
yang
paling besar bisa diperoleh dari nilai terbesar p(1-p) yaitu pada saat p=0,5.
Dari
data
BPS Kabupaten Kepulauan Sula diketahui rata-rata jumlah penumpang angkutan
laut
di Pelabuhan Sanana sebesar 24.464 pertahun. Jumlah ini selanjutnya digunakan
sebagai
jumlah populasi (N) yang akan dijadikan sampel penelitian. Nilai derajat
ketepatan
ditetapkan 90% atau bound of error (B) ditetapkan = 0,1.
B.
Metode Penelitian
1.
Metode pengumpulan data
Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode
survei dengan cara :
a.
Wawancara
Metode
pengumpulan data dengan cara tanya jawab atau wawancara
langsung.
Sebelum wawancara telah dibuat terlebih dahulu daftar pertanyaan
kemudian
ditujukan kepada pihak Pelabuhan Regional Sanana dan operator kapal
untuk
dapat memberikan data pendukung yang diperlukan tentang pelayanan yang
diberikan.
b.
Kuesioner
Metode
pengumpulan data dengan cara menyusun dan mengajukan daftar
pertanyaan
atau kuesioner kepada responden secara tertulis, sehingga memudahkan
dalam
pengolahan data. Penyusunan kuesioner didasarkan atas wawancara
terstruktur/baku
yaitu, susunan pertanyaan sudah ditetapkan sebelumnya dengan
pilihan-pilihan
jawaban yang sudah tersedia. Kuesioner yang disusun terbagi atas dua
bagian
yaitu :
Bagian
I : Informasi karakteristik sosial ekonomi responden.
Bagian
II : Informasi untuk mengetahui penilaian responden atas pelayanan yang
diberikan
kepada penumpang angkutan laut di Pelabuhan Regional Sanana dimana
digunakan
skala Likert.
Pada
skala Likert digunakan pembobotan nilai satu sampai dengan lima
dimana
angka satu berarti nilai pelayanan sangat buruk dan nilai kepentingan tidak
penting,
sampai dengan angka lima yang berarti nilai pelayanan sangat baik dan nilai
kepentingan
sangat penting. Adapun bentuk lengkap dari daftar pertanyaan
(kuesioner)
tersebut dicantumkan dalam lampiran.
c.
Studi Pustaka
Studi
pustaka dilakukan dengan mempelajari buku-buku referensi yang ada
hubungannya
dengan obyek yang diteliti. Ini dilakukan untuk memperoleh dasardasar
teoritis
mengenai masalah kualitas pelayanan terhadap tingkat kepuasan
customer
yang digunakan untuk menganalisa kenyataan yang ada pada
obyek yang
diteliti.
2.
Instrumen penelitian
Instrumen
penelitian yang digunakan berupa daftar pertanyaan atau kuesioner
yang
terdiri dari 16 pertanyaan tentang kepentingan kualitas jasa pelayanan
pelabuhan
dan kapal dan 16 pertanyaan tentang kinerja kualitas jasa pelayanan
pelabuhan
dan kapal. Sebelum daftar pertanyaan digunakan terlebih dahulu dilakukan
uji
validitas dan reabilitas kuesioner dengan jumlah responden sebanyak 30 orang.
C.
Variabel Penelitian
Dalam
penelitian ini ada dua kelompok variabel yaitu :
1.
Variabel 5 (lima) dimensi penentu kualitas jasa pelayanan yang terdiri atas :
a.
Penampilan fisik (tangible), penampilan fasilitas fisik, peralatan,
penampilan personel dan materi komunikasi.
b.
Kehandalan (reliability), kemampuan perusahaan untuk melaksanakan
jasajasa yang dijanjikan dengan terpercaya dan akurat.
c.
Tanggapan (responsiveness), kemauan untuk membantu pelanggan dan
memberikan
jasa yang cepat.
d.
Kepastian (assurance), pengetahuan dan keramahtamahan karyawan dan kemampuan
karyawan untuk menciptakan opini yang dapat dipercaya pelanggan.
e.
Empati (emphaty), kepedulian dan perhatian perusahaan terhadap pelanggan
2.
Variabel Kepuasan Customer
Tingkat
kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang
dirasakan
(perceived performance) dan harapan (expectations). Customer dapat
mengalami
salah satu dari tingkat kepuasan yang umum. Jika kinerja di bawah
harapan,
customer tidak akan puas. Jika kinerja sesuai dengan harapan, customer
akan
puas. Jika kinerja melampaui harapan, customer akan sangat puas, senang
atau
bahagia
. Tingkat persepsi pengguna jasa angkutan merupakan tanggapan dari responden
yang dirasakan terhadap pelayanan dengan membandingkan kualitas jasa yang
diterima terhadap harapan pelayanan jasa angkutan tersebut. Beberapa indikator yang
dapat digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan jasa pelabuhan. Tingkat
Pelayanan Pelabuhan dan Kapal Penumpang Variabel Dimensi Indikator Kualitas
pelayanan Penampilan fisik (tangible)
a.
Kebersihan area pelabuhan
b.
Kebersihan di kapal
c.
Sistem penerangan di pelabuhan (malam hari)
d.
Kenyamanan di kapal
Kehandalan
(reliability)
a.
Sistem pembelian tiket
b.
Waktu tiba/berangkat di kapal
c.
Ketersediaan area parkir kendaraan
Tanggapan
(responsiveness)
a.
Informasi jadwal kedatangan dan
keberangkatan
kapal
b.
Ketersediaan fasilitas pendukung di ruang
tunggu
c.
Fasilitas pendukung di kapal
Kepastian
(assurance)
a.
Keamanan area pelabuhan
b.
Jaminan mendapat tempat tidur di kapal
c.
Keamanan barang bagasi penumpang
d.
Fasilitas keselamatan di kapal
Empati
(emphaty)
a.
Sikap petugas dalam melayani penumpang
b.
Sikap ABK dalam melayani penumpang
Indikator
yang digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan pengguna jasa
terhadap
kualitas pelayanan pelabuhan.
Variabel
Indikator Tingkat Kepuasan dan Harapan Pelabuhan Tanggapan Pengguna Jasa
a.
Sikap petugas dalam melayani penumpang
b.
Informasi jadwal kedatangan dan keberangkatan kapal
c.
Keamanan area pelabuhan
d.
Sistem penerangan di pelabuhan (malam hari)
e.
Ketersediaan fasilitas pendukung di ruang tunggu
f.
Kebersihan area pelabuhan
g.
Sistem pembelian tiket
h.
Ketersediaan area parkir kendaraan
Indikator
yang digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan pengguna jasa
terhadap
kualitas pelayanan operator kapal.
Variabel
Indikator tingkat pelayanan di kapal Tanggapan Pengguna Jasa:
a.
Sikap ABK dalam melayani penumpang
b.
Jaminan mendapat tempat tidur di kapal
c.
Keamanan barang bagasi penumpang
d.
Waktu tiba/berangkat di kapal
e.
Fasilitas keselamatan di kapal
f.
Fasilitas pendukung di kapal
g.
Kebersihan di kapal
h.
Kenyamanan di kapal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar